Wake Me Up When September Ends.

Aku benci September.
Sungguh.
Aku benci bulan kesembilan ini.
Aku sangat benci September.
Selalu dan sampai kapan pun akan benci September.
Karena hubunganku harus berakhir lagi-lagi di bulan September.

Ya, betul.
Hubunganku dengannya, lelaki itu, berakhir sudah.
Pada hari ketiga bulan kesembilan.
Hubunganku dengannya, Jeremia, sudah berakhir.
Ya, itu lah namanya. Nama lelakiku itu. Oh, tidak, ia bukan lelakiku lagi.

Mengapa harus September?
Mengapa alasan ia mengakhiri hubungan kami harus sama persis dengan alasan 'dia' dulu?
Mengapa masalah yang membuat hubunganku berakhir harus sama persis seperti dulu?
Mengapa aku belum bisa belajar dari masa lalu?
Mengapa aku harus berakhir dengan ratapan setiap kali hubunganku berakhir?
Mengapa harus bertemu kalau akhirnya berpisah?
Mengapa ia harus tetap baik, atau malah lebih baik kepadaku setelah kita berpisah?
Mengapa ia masih menginginkan kami bisa menjadi sahabat disaat melihatnya saja rasanya aku ingin menangis?
Mengapa harus September........?

Aku menyayanginya.
Bahkan kalau boleh bilang, aku mencintainya.
Tapi sudah terlambat.
Katanya, perjuanganku terlambat.
Katanya, aku terlambat menyadari perjuangannya.
Katanya, ia masih menyayangiku, tetapi kami sudah tidak bisa bersama.
Katanya, aku tidak boleh berlarut-larut.
Katanya, aku harus belajar menjadi lebih bijak.
Katanya, ia ingin aku masih berhubungan dengannya. Masih bersahabat dengannya.
Katanya, ia tidak ingin menyakitiku lagi dengan sifat-sifatnya, karena itu ia meninggalkanku.

Aku menyayanginya.
Lelaki itu, Jeremia, aku menyayanginya.
Entah sampai kapan.
Aku mau, dan aku rela membuka hatiku kapan pun untuknya.
Akan kubuat ruang kecil di hatiku hanya untuk dia.
Terserah ia mau mengisinya kapan.
Mungkin nanti, saat kita sudah dewasa, sudah mapan, sudah mampu mencintai tanpa rasa cemburu lagi yang menghantui, kami akan bertemu lagi.
Dan sampai saat itu datang, ruang kecil di hatiku akan tetap terus ada.
Untuk dia.

Walaupun tidak ada lagi dalam diriku yang masih bisa kaupercayai, tapi kumohon percaya lah akan satu hal ini.
Aku menyayangimu.
Aku akan selalu menyiapkan ruang untukmu.
Karena hanya kamu yang mampu merubah seluruh hidupku.
Terima kasih untuk segala hal yang kauberikan satu tahun dua bulan ini.
Terima kasih sudah mewarnai hatiku yang sebelumnya hanya berwarna hitam dan putih.
Terima kasih sudah menorehkan luka yang begitu sakit di hatiku.
Terima kasih sudah memberikan pelajaran banyak kepadaku.
Terima kasih sudah lebih mendekatkan aku kepada Tuhan Yesus.

Aku menyayangimu, Je.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal nama UTHE

For you, Je

Is It End?