Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2013

Beda

"Pasangan hidupmu, adalah cinta pertama dan terakhirmu." Aku menghela nafas panjang melihat satu post-it yang ditempelkan beberapa hari yang lalu oleh sahabatku di atas komputerku. Pasangan hidup apanya? Aku sudah muak dengan ini semua. Rasanya otakku diputar ulang terus menerus seperti kaset rusak. Memoriku dipaksa memutar ulang kejadian satu bulan yang lalu, dimana semuanya berawal. Aku memandang dia yang sedang menerawang menatap rumputan hijau yang terpapar dihadapan kami. Ia meletakan kedua tangannya di belakang punggung dan menopang tubuhnya sendiri. Aku sendiri duduk bersila disampingnya. Menatapnya dengan pandangan yang kuharap dalam dan mampu mengusiknya. Tapi ternyata tidak. Tatapanku sama sekali tidak digubris. Ia tetap sibuk menatap rerumputan yang menari-nari seolah berebut perhatian darinya. Bosan. Aku kemudian memalingkan wajah darinya. Menekuk kakiku dan memeluknya. Memejamkan mata dan berusaha menenangkan perasaan yang kalut akhir-akhir ini. "Kau me

Selamat ulang tahun, Kamu

Selamat ulang tahun, negeriku, Indonesia. Sudah tua rupanya negeriku ini. Walaupun sudah berkembang, tetap saja menurutku hanya jalan ditempat. Tetapi, saat ini aku bukan membahas ulang tahun negeriku. Ini tentang kamu. Sepotong kecil masa laluku. Selamat ulang tahun, kamu. Sudah berapa tahun semenjak terakhir kali aku merayakannya? 2010? 2009? Sekitar segitu, lah. Aku sendiri lupa. Kamu juga, bukan? Terakhir kali aku merayakannya bersama teman-teman kita yang lain. Kami memecahkan telur di kepalamu, membalurkan terigu di tubuhmu, dan kecap di wajahmu. Masih ingatkah, kamu? Kita bahkan dimarahi guru karena melakukannya di halaman sekolah seusai upacara bendera. Kamu sampai menyempatkan diri mandi di kamar mandi Sekolah karena takut dimarahi Ibu Pantimu. Masih ingat? Sudah lama, memang. Tapi aku masih ingat dengan jelas segala detil tentangmu. Rambut cepakmu yang tidak pernah panjang melebihi telinga, luka bakar di pipi kananmu, mata sipit, kulit putih melebihi gadis-gadis,dada bidang

He drum it in my heart

Aku tidak menyangka ia bisa setampan,sekeren,sekece,dan sehebat ini saat bermain drum. Rambut spike atasnya terlihat mencuat dan terkesan...seksi? Entahlah. Mungkin aku gila. Seorang penari balet mencintai seorang drummer dengan rambut spike? Orang mungkin berpikir ini cinta yang aneh dan tidak biasa. Seharusnya gadis balet mencintai pria lembut dengan perawakan rapih,bersih,dan santun. Bukannya pria dengan pakaian serba hitam dan terkesan urakan. Tapi, dia beda. Dibalik jaket kulit hitam,kaus tipis cokelat,dan celana panjang hitam dengan robek di bagian lututnya, ia sangat lembut. Bahkan, terkadang, aku tidak menyadari bahwa pria yang begitu perhatian ini adalah contoh pria yang tidak disukai orang tuaku. Aku tidak peduli apa kata mereka. Selama pria urakan yang sekarang sedang bermain drum dengan liarnya di hadapanku ini tidak berbuat macam-macam, aku tetap mencintainya. Yah, kalau kamu wanita, kamu pasti tidak ingin harga dirimu melayang di orang yang salah,bukan? Atau,setidaknya,

Dancing Princess

Lagu Fur Elise mengalun memenuhi ruangan kecil yang dindingnya dipenuhi kaca. Merdu dan mengalun lembut. Aku melihat seorang gadis yang tengah sibuk menari-nari di tengah ruangan kaca itu. Emosinya naik turun mengikuti alunan lagu yang menurutku membosankan. Gadis itu hanya mengenakan sejenis pakaian renang tanpa lengan berwarna hitam digabung dengan leging ketat berwarna kulit. Ia mengangkat kakinya ke atas,lurus, sampai simetris. Kemudian ia melompat seperti split di udara. Aku tidak tahu apa yang ia tarikan saat itu. Yang jelas, di mataku, hanya terlihat sosok perempuan dengan rambut digelung ke atas yang sedang menyampaikan emosinya lewat lagu Fur Elise lewat stereo tape. Perempuan berkulit putis bersih dengan keringat yang mengucur membasahi hampir seluruh leher jenjangnya. Kalau kau pernah menonton salah satu animasi barbie 12 dancing princess, ia sangat mirip dengan salah satunya. Mungkin hanya rambutnya yang berbeda. Mengingat gadis yang sekarang berada di hadapanku indonesi

Senyumku, tangisku.

"Hey! Jangan lari, kamu!" Aku berteriak sambil sesekali tertawa pada sahabat-sahabtku yang berlari meninggalkanku. Kami berlari dan sama-sama tertawa dalam kebahagiaan, Kebahagiaan? Tawa? Kurasa hanya mereka yang merasakannya. Bagaimana dengan aku sendiri? Entahlah. Rasanya setengah jiwaku melayang-layang di atas sana. Terbang dituiup angin, dan akhirnya hinggap di matanya. Mata hitam kecokelatan yang terkadang menatap tajam, juga teduh. Terkadang, aku mencari letak setengah jiwaku itu. Dan, begitu aku mendapatkannya masih bersamanya, aku tersenyum sekaligus menangis. Tersenyum karena ternyata, ia belum melepas jiwaku dari matanya, dan menangis karena pada kenyataannya, ia bahkan tidak sadar ada jiwaku di matanya. Aneh bukan? Ya. Menurutku ini sangat aneh sekaligus menyedihkan. Bayangkan saja, aku tertawa ceria di hadapan orang banyak, seakan-akan aku tidak punya masalah sama sekali. Tetapi, begitu melihatnya, pandanganku terasa kabur diiringi dengan senyum menyedihkan. Apa