Me and my broken heart.

Lagi-lagi buram.
Pandanganku lagi-lagi terhalang air bening yang mendesak keluar.
Saat mengerjapkan mata, tetes demi tetes air menyusuri pipiku dan meninggalkan bekas hangat dan basah.
Menyedihkan.

Jujur aku tidak tahu aku akan menulis apa saat ini.
Yang jelas aku hanya ingin menulis.
Menuangkan seluruh kotoran yang ada di benak dan hatiku yang sudah sebulan mengendap dan membusuk.
Mungkin aku harus mulai dari hari itu.
Ya, hari itu. Tepat satu hari setelah Sampah itu pergi. Tepat satu bulan lebih delapan belas hari yang lalu.

Aku sampai di kelasku dan mendapati ruangan masih kosong. Terlihat hanya tiga empat orang yang sedang sibuk dengan ponselnya masing-masing. Aku menaruh tasku dan ikut membuka ponselku. Tanpa disengaja, aku menatap pantulan diriku sendiri di layar ponsel. Tampak kusut, mata bengkak dengan lingkaran hitam yang sedikit mencolok, hidung sedikit merah, dan pipi yang lembab. Aku menutup ponsel dan berjalan menuju salah satu temanku di pojok ruangan. Aku duduk di sampingnya, dan ia menatapku.

"Kenapa?"
"Nggak."
...
"Gue putus loh."
Temanku berubah posisi duduk menjadi sedikit mencondong ke arahku dan menatapku intens.
"Boong lo."
"Serius. Semalem."
"Boong."
"Dia duluan yang mutusin pula."
Dia menyebutkan namaku dan segera merangkulku. Aku hanya tersenyum dan malah mengajaknya keluar kelas.
"Ngapain ke luar?"
"Dia punya utang terakhir sama gue."
"Apa?"
"Dia janji mau nyapa gue duluan hari ini."
Temanku menatapku kasihan dan sedih.
"Kenapa? Gue nggak apa-apa kok..." dan tepat setelah itu, air mataku malah menunjukkan yang sebaliknya.
"Tuh kann!"
Dan aku menangis lagi.

Pagi hari menangis? Checklist
Siang hari, satu sekolah disibukkan dengan perpisahan dengan empat orang guru kami. Dua guru IPS, dan dua guru IPA. Jelas aku menangis. Tangisanku sebenarnya perpaduan antara sedih karena salah satu guru kesayanganku pergi, dan sedih karena pria yang kusayangi juga pergi. Jadi, siang hari menangis? Absolutely checklist.
Sore hari, aku diajak tiga orang teman terdekatku untuk karaoke bersama. Mereka bilang, aku harus melepaskan semuanya dengan nyanyian. Mereka memang sangat mengertiku. Jadi lah. Kami karaoke bersama dan baru pulang jam delapan malam. Dan pastinya, selama karaoke, aku menangis. Menangis sambil bernyanyi lagu menyedihkan, padahal suara sudah serak akibat terlalu banyak menangis. Sore hari menangis? Checklist
Malam hari pun harus diberi checklist. Karena malam adalah waktu yang tepat untuk menangis. Seorang diri, di kamar yang gelap, mengerluarkan luapan emosi kita melalui bulir-bulir air mata merupakan sesuatu yang sudah melekat di diriku.Seringkali bantal dan ranjangku menjadi korbannya. Mereka seringkali basah dan lembab akibat kecengenganku yang kadang terlewat batas jika malam sudah tiba.
Jadi hari ini, ya, satu hari aku menangis. Dan ini semua karena Sampah itu.

Cerita berlanjut ke lima hari setelah Sampah itu meninggalkanku.
Hari itu, saat istirahat kedua, aku naik menuju lantai tiga. Menuju kelas teman-temanku, sekaligus curi pandang, apakah si Sampah itu ada di sana. Tapi nihil. Aku tidak menemukan Sampah itu.
Aku mendesah dan berdiri di balkon. Tanpa sengaja, aku mengedarkan pandang menuju lantai dua, dan aku menemukannya. Sampah itu, dengan perempuan itu. Perempuan berkerudung yang namanya sudah kubenci sejak dulu. Perempuan berkerudung yang lihai dan pandai. Perempuan yang kubicarakan di ceritaku sebelumnya. Lelaki yang masih kusayangi sampai hari itu, sedang duduk sangat dekat dengan perempuan berkerudung itu di bangku depan kelas perempuan itu. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku sedikit pun dari kedekatan Sampah dan perempuan itu. Dan tiba-tiba aku merasakan sakit yang luar biasa. Seperti ribuan pisau imajiner menikam jantungku berulang kali, dan sebagian dari pisau itu mulai menyayat perlahan tenggorokanku.

Berlanjut lagi, dua hari kemudian.
Hari ini adalah hari jadi kami yang ke-15. Harusnya. Dengan menjijikannya, aku mengucapkan selamat hari jadi kepada Sampah itu lewat sosial media. Dan ditutup dengan bujukan dan rayuan supaya kita kembali bersama, dan kalimat "aku masih menyayangimu". Picik dan juga bodoh. Padahal dua hari yang lalu aku sudah diberi petunjuk mengenai semenjijikan apa si Sampah yang selalu kupuja itu. Tapi aku masih mau menutup mata dan telingaku, dan itu semua kulakukan hanya karena satu kalimat dari dia. "Aku juga masih menyayangimu."

Tetapi nahasnya, setiap hari setelah hari itu, hari jadi kami, aku tidak melihat sama sekali perwujudan dari kalimat yang ia lontarkan. Malah semakin hari, ia malah semakin dekat dengan perempuan itu. Sampai akhirnya, tiba hari ulang tahun si Sampah. Aku sudah sangat niat membelikannya satu buah kemeja hitam dan kue ulang tahun. Aku sudah merancang skenario seperti apa aku akan berbicara nanti saat memberikan kue padanya. Aku bahkan rela menghabiskan setengah dari sisa uangku untuk memberikan kesan spesial untuknya. Aku menulis surat yang sangat panjang yang berisi curhatan hatiku dan kuselipkan di kantong kemejanya sebelum kubungkus. Aku memberikan seluruh usaha dan hatiku dalam kemeja dan kue itu, karena aku hanya ingin dia tahu, bahwa aku masih menyanyanginya sepenuh hati.
Aku berencana memberikan kue untuknya saat istirahat kedua. Dan tepat saat pelajaran sebelum istirahat kedua, aku melihat statusnya di salah satu sosial media berlogo hijau putih menampilkan emoticon yang sama dengan status perempuan itu di sosial media yang sama. Dan saat aku melihat foto profil perempuan itu, tampak foto mereka berdua dalam empat gambar dengan empat latar tempat dan waktu yang berbeda tetapi mempunyai satu kesamaan, mereka berpose sama dan saling berdekatan. Aku langsung melempar ponselku ke meja dan menunduk. Aku tahu salah satu atau salah dua foto itu diambil sebelum aku dan si Sampah memutuskan hubungan. Aku tahu itu. Dan itu malah membuatku semakin sesak. Aku merasa sangat bodoh dan dibohongi habis-habisan. Saat itu aku sudah menangis tersedu-sedu dan kau tahu, rasanya saat itu aku mau membuang kue untuknya yang sudah kubawa, tanpa peduli harganya. Aku ingin merobek kertas kado dan mengambil sepucuk surat berisi curahan hatiku itu dan membuangnya, juga kemeja itu. Aku tidak berbohong saat menulis ini. Keinginan untuk membuang semua yang kubawa untuknya hari itu sangat mendesak minta diwujudkan. Beruntung ada temanku yang mengusap punggungku dan menenangkanku.
Pada akhirnya, aku tetap memberikan kue kepadanya. Tapi tanpa berbicara apapun. Sungguh. Aku datang sambil membawa kue, menyodorkan kepadanya disaat orang-orang mulai bernyanyi "Happy Birthday". Aku sendiri bahkan tidak ikut bernyanyi. Aku tidak membuka mulutku sama sekali. Semua skenario di kepalaku sudah menguap dan aku terlalu takut jika saat aku membukan mulut, yang keluar hanya makian menyedihkan dan tangisan pecah. Begitu lagu selesai, ia meniup lilin, ia menyuapkan first cake kepadaku, dan aku membalasnya, walaupun jujur, aku hanya ingin melemparkan kue itu ke mukanya. Aku segera menaruh kue itu di atas salah satu meja, dan pergi meninggalkan kelasnya dan kembali ke kelasku. Sebelum aku pergi, sebersit aku melihat pandangan kecewa dan kagetnya karena aku pergi begitu saja.
Begitu sampai kelas, tetes demi tetes air mata bergulir bergantian di pipiku. Menyedihkan. Aku menunggu hingga kurasa kelasnya sudah tidak terlalu ramai, dan kembali ke kelasnya untuk mengambil pisau kue milikku. Saat di depan kelasnya, aku bertemu dengan Sampah itu. Ia tersenyum penuh terima kasih, tapi sedetik kemudian langsung berubah menjadi kecewa.
"Segitu doang?" tanyanya
"Ya iya. Emang mau apa lagi?" sahutku sinis.
"Ya nggak. Abis langsung pergi gitu aja."
Aku hanya tersenyum simpul membalasnya
"Kadonya nyusul aja ya."
"Ya."
Dan setelah keperluanku di kelas itu selesai, aku berbalik dan berharap semoga masih bisa menahan air mataku. Setidaknya, sampai aku sampai di kelasku sendiri.

Tanggal dua puluh satu, bulan sembilan.
Itu adalah tanggal dimana terakhir kalinya kami berbicara.
Hari itu aku memberinya kado ulang tahunnya. Sejujurnya aku sudah membawa kado itu sejak hari ulang tahunnya kemarin, tapi aku baru ingat kalau ia akan menginap di sekolah hingga hari minggu untuk keperluan organisasinya. Dan aku tidak ingin kadoku akan merepotkan dan memberatkan tasnya. Hari itu, aku berbicara dengan sedikit gugup dan jantung berdebar. Sampai akhirnya, secara tidak sengaja tangan kami bersentuhan, dan aku merasakan kerinduan luar biasa. Aku rindu Sampah itu. Mungkin terlihat lucu, tapi aku sungguh merindukannya teramat sangat. Rasanya aku hanya ingin memeluknya erat dan mengucapkan beribu maaf dan kata sayang padanya. Tapi itu tidak mungkin, karena kami hanya berbicara sebentar. Dan itu menjadi percakapan terakhir kami.

Setelah hari itu, aku mulai melihat mereka lebih dekat dari sebelumnya. Sampah dan perempuan berkerudung itu. Mungkin mereka sudah dekat sebelumnya, tetapi pandanganku kepada mereka masih buram tertutup rasa sayang dan rasa percaya pada si Sampah itu. Lama kelamaan, aku merasa dibodohi. Aku sadar kalau bahkan hingga setelah putus pun, aku masih bisa sebodoh ini.
Mereka memegang teguh keyakinan bahwa mereka hanya bersahabat. Mereka bersembunyi di balik kata 'sahabat' itu.
DASAR PEMBOHONG!
Sekarang aku tanya, kalau kalian memang hanya bersahabat, kenapa kalian berdua ketakutan tiap melihatku?
Kenapa kalian selalu menunduk atau membuang muka setiap aku menatap kalian?

Kenapa? Takut ketahuan kalau kalian sebenarnya menginginkan satu sama lain?
DASAR MENJIJIKAN!
Aku tahu kalian sadar kalau semakin banyak yang menggunjing kalian.
Aku tahu kalian sering mengatakan bahwa aku yang menghasut orang-orang untuk membenci kalian.
Tidak. Mereka membenci kalian karena kalian seakan mengiyakan pertanyaan-pertanyaan buruk tentang kalian. Terlebih kamu, perempuan berkerudung. Kamu sendiri yang membuat dirimu tidak disukai.
Tidak ada yang salah dalam bersahabat dengan lawan jenis, Sayang. Yang salah adalah ketika salah satu dari keduanya menyukai satu sama lain, dan menyembunyikannya.
Yang salah adalah ketika terjadinya kontak fisik yang berlebihan tanpa mereka sadari.
Yang salah adalah ketika yang di atas tadi digabung, dan ditambah dengan perbedaan kepercayaan.
Yang salah adalah ketika sahabatmu menjadi penganggu untuk hubungan cintamu sendiri. Tidak menurutmu, karena kau pasti akan membela sahabatmu sendiri, tapi menurut orang lain. Terkadang opini orang lain lebih benar daripada suara hati kita sendiri. Karena mereka melihat fakta, sementara kita hanya bisa mengira-ngira.
Yang salah adalah ketika hubungan persahabatan itu dijadikan tempat bersembunyi dan pelampiasan.

Sampah itu adalah pembohong ulung. Sementara perempuan berkerudung itu adalah aktor pandai.
Cocok.

Jujur, hatiku sudah kebas. Percuma saja aku peduli, toh tidak akan digubris oleh mereka. Mereka sedang sibuk menjalin tali persahabatan itu dan berusaha keras tidak membubuhkannya dengan benih cinta.
Buat apa aku peduli dengan mereka?
Biarkan karma melakukan pekerjaannya.
Aku sudah muak dengan mereka. Mereka berdua sama-sama menjijikan.

Aku tahu tulisanku kali ini terlalu banyak mengandung kebencian. Tapi ini adalah tulisan terakhirku tentang mereka. Besok aku akan genap berumur enam belas, dan sudah saatnya aku mulai bersikap, berpikir, dan berperasaan layaknya orang dewasa. Biarkan mereka merajut tali kasih persahabatan itu. Yang harus kulakukan adalah senyum menghadapi hidupku sendiri, dan pastinya, sesuai dengan prinsip dasarku dari dulu.
"Do what people do to you. They do bad, i'll do bad. They do nice, i'll do nice. Simple as that."
Aku tidak bisa lagi berpura-pura baik terhadap mereka, tidak untuk sekarang dan mungkin untuk waktu yang lama. Selama yang kurasa mereka masih menyakitiku, berlaku buruk terhadapku walaupun tanpa mereka sadar, aku akan berlaku sama. Saat ini berpura-pura tidak saling mengenal merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Walaupun seringkali aku miris. Lelaki yang sudah kukenal baik dari dia masih dengan senyum polos dan seragam putih-biru itu kini berubah menjadi lelaki sombong dan jahat dan juga tak kukenal. Miris.

Ini adalah tulisan terakhirku tentang mereka, setidaknya untuk sekarang-sekarang ini.
Tapi aku mau minta tolong pada kalian.
Tolong bangunkan aku saat si sampah dan perempuan berkerudung itu telah jatuh cinta satu sama lain. Bangunkan aku saat tembok yang mereka bangun telah rubuh dan rasa ingin lebih mulai merayap keluar. Bangunkan aku saat mereka masih bersikeras tetap dalam lindungan kata 'sahabat' walaupun semua orang tahu bahwa mereka menyukai satu sama lain. Dan terakhir, bangunkan aku saat si sampah telah mengucap cinta, dan si perempuan berkerudung menerimanya. Saat mereka melanggar janji mereka dengan diri sendiri dan juga Tuhan.
Karena pada saat itu, setelah aku bangun, aku akan datang kepada mereka, dan akan memberikan ucapan selamat spesial khas diriku :)
Dan aku yakin, waktu itu sebentar lagi akan tiba.
Karena aku tidak sebodoh itu.
Dan aku masih cukup mengenalmu kok, Sampah ;)

Sekian.

- T -

 
 

Komentar

  1. whoaaaaa kangen tulisan nya uthe ( karena gue baru sempat buka blog lu lagi). i'm so sorry to hear that yaa. mungkin gue udah terlalu lambat tau. gue bener-bener gak nyangka si "sampah" itu berubah drastis kek gitu yaa. sedih lihatnya. gue berharap lu bisa lupain si "sampah" itu secepatnya ya. karna gue gak tau harus nge hibur lu gimana sekarang karena beda kayak dulu kan? byee



    -ermaliz-

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal nama UTHE

For you, Je

Is It End?