After 9 Months He Left

Saya bingung.
Jujur, saya nggak tahu harus mulai menulis dari mana. Saya sendiri bingung kenapa saya mau menulis tentang kamu lagi. Setelah tulisan 8 bulan yang lalu, saya pikir itu adalah tulisan terakhir saya buat kamu. Ternyata nggak. Saya mau menulis tentang kamu. Dan saya nggak janji ini akan jadi tulisan terakhir saya atau nggak.


Kamu tahu nggak?
Saya masih sayang sama kamu.
Iya, Je. Saya sayang banget sama kamu. Setelah 9 bulan putus, saya masih menemukan diri saya masih menyukai kamu, pria terjahat yang pernah ada.
Kamu tahu nggak?
Saya selalu ingin baikan sama kamu.
Iya, Je, Saya tahu saya pernah menolak ajakan baikan dari kamu. Satu hal yang jadi hadiah natal paling berkesan dan menyakitkan yang pernah kamu kasih sejak pertama kali kenal kamu dari tahun 2011. Saya selalu dan selalu ingin berteman lagi sama kamu. Tapi kenapa saya menolak ajakan baikan kamu? Karena saya masih sayang sama kamu, Je, Saya nggak bisa menjabarkan alasan saya menolak ajakan kamu karena saya sendiri bingung menjelaskannya gimana. Mungkin nanti kalau kita benar-benar dipertemukan kembali sebagai pasangan atau mungkin teman, saya akan menjelaskannya langsung kepadamu.
Kamu tahu nggak?
Saya kemarin nangis gara-gara kamu.
Iya, Je. Kemarin, saat hari jadi angkatan kita, tepat setelah saya nyanyi sama teman-teman kita. Kamu tahu kan saya nyanyi lagu Peterpan judulnya "Menghapus Jejakmu"? Iya, Je. Saya nangis karena saya capek pura-pura, Je. Saya capek berlagak seakan semua baik-baik aja. Saya tahu kalau kamu tahu saya nangis. Selama saya nangis, saya perhatikan kamu jalan-jalan sekitar saya kok. Kamu mau tahu kenapa saya nangis? Karena saat di mobil menuju tempat hari jadi angkatan kita, salah dua sahabat terdekat saya selama SMA ini mengatakan ke saya kalau kamu pacaran dengan perempuan itu, Je. Perempuan itu. Perempuan yang namanya saja sudah saya benci. Perempuan yang buat kamu berubah. Perempuan yang sebenci apapun saya sama dia, tetap aja perempuan itu yang bikin kamu bertahan dan bahagia selama 9 bulan setelah putus ini. Karena dia memegang kamu, dia menemani kamu, dia membahagiakan kamu. Saya nggak mau bullshit, tapi ini serius. Saya tahu kamu sayang banget sama dia. Dan saya nggak bisa menerima kenyataan itu. Pria yang pertama kali saya suka tahun 2012, yang jadi teman curhat yang paling bisa saya andalkan tahun 2013, jadi pelengkap hidup saya selama tahun 2014, juga jadi pria paling saya benci selama tahun 2015. Pria yang puberty goalsnya saya hapal. Pria yang Mamanya bahkan curhat ke Mama saya tentang perempuan-perempuan yang pernah dekat sama kamu, tentang gimana Mama kamu dari dulu paling nggak suka kamu deket sama perempuan berkerudung. Pria itu, pria yang saya sayang setengah mati, bisa sayang sama orang lain. Saya nggak bisa menerima itu, Je. Salah satu teman saya, yang jadi salah satu alasan juga kenapa saya nangis kemarin (jujur saya nggak mau nangis sebenernya, tapi temen saya itu baik banget, dan tiba-tiba airmata itu keluar gitu aja), bilang kalau kamu masih sayang sama saya. Kamu nggak pernah bilang secara langsung kamu masih sayang sama saya, tapi teman saya bisa melihatnya dari mata kamu. Dari cara kamu mandang saya saat saya nyanyi Secret Love Songs pas audisi Music Talent, saat kamu ngotot mau mengiringi teman saya nyanyi Secret Love Songs buat perform hari jadi angkatan kita kemarin, dari cara kamu mandang saya setiap saya lewat di sekitar kamu. Kamu juga pernah bilang ke dia kalau memang berjodoh, kamu tetap mau balikan sama saya. Kamu nggak pernah menutup kemungkinan kita akan balikan. Kamu nggak pernah membenci saya seutuhnya. Saya nangis karena saya tahu apa yang dibilang teman saya itu cuma bullshit. Iya, itu semua bohong kan, Je? Saya kenal kamu. Kamu nggak pernah sayang sama dua orang sekaligus. Kamu nggak sejahat itu, mau membagi hati kamu buat saya. Itu semua cuma bualan teman saya supaya saya berhenti menangis (yang sebenarnya malah buat saya makin histeris). Itu cuma kalimat pemanis yang bikin hati saya makin berharap sama kamu. Iya kan, Je? Kamu  udah nggak sayang sama saya lagi. Rasa sayang ini cuma sepihak, Je. Kamu sayangnya sama perempuan itu. Makanya kalian jadian.
Kamu tahu nggak?
Saya sebenarnya udah bertekad bulat mau baikan sama kamu.
Iya, Je. Saya tahu saya nggak tahu diri. Padahal saya udah tolak ajakan kamu, tapi saya kepikiran mau ngajak kamu baikan lagi untuk kedua kali. Setelah saya menyalahkan kamu mati-matian, sekarang saya malah mau bertekuk lutut di hadapan kamu. Saya sudah berniat untuk baikan sama kamu sekitar bulan Agustus-September tahun ini. Pokoknya kapan pun sebelum kamu berulang tahun yang ke-17. Karena saya ingin mengucapkan selamat ulang tahun ke kamu. Hal yang selalu saya lakukan sejak tahun 2012. Tetapi sejak kemarin, sejak saya dengar berita kamu jadian, segala keinginan itu menguap. Iya, Je. Saya sudah nggak minat buat berteman sama kamu lagi. Ya saya nggak tahu sih. Tapi saat ini saya nggak mau. Mungkin beberapa bulan kemudian saya mau lagi. Kamu tahu kenapa saya mau berteman sama kamu lagi? Karena saya capek, Je. Seperti yang saya bilang di atas. Saya capek berpura-pura. Kamu bisa tanya sama setiap orang yang kenal saya, pasti mereka pikir saya udah benar-benar melupakan kamu. Saya bahkan udah deket sama cowok lain. Mereka pasti mengira kalau saya sudah nggak sayang sama kamu lagi. Salah, Je. Salah besar. Hebat kan acting saya selama 9 bulan ini? Kalau kamu mau tahu, saya udah nggak deket sama cowok itu, Je. Cowok yang deket sama saya selama 3 bulan dari Desember-Maret 2016. Cowok yang baiknya luar biasa, tapi saya buang. Dia pergi karena nggak kuat karena saya cerita tentang kamu mulu selama 3 bulan itu HAHAHA. Dia pergi karena tahu kalau semua usaha dia akan percuma. Dia pergi karena tahu dengan jelas saya masih sayang sama kamu, masih berharap sama kamu. Dia tuh benci banget sama kamu loh, Je. Sebenci saya sama perempuan itu. Dia benci banget sama kamu, tapi mau nggak mau, dia harus mengakui kalau kamu yang bisa bikin saya bahagia. Sama kayak saya harus mengakui kalau perempuan itu yang bisa buat kamu bahagia.
Kamu tahu nggak?
Saya masih ingin cerita banyak ke kamu. Saya masih ingin nonjok wajah kamu. Saya masih ingin maki-maki kamu. Saya masih ingin suatu hari kamu celaka kalau perlu sampai sekarat sekalian. Saya masih ingin kamu ada di sana nolongin saya saat kaki saya patah Oktober 2016 lalu, karena saya tahu kamu lihat jelas saya saat saya jatuh. Saya masih ingin kamu kasih saya kado ulang tahun, bukan hanya sekedar ucapan di sosial media. Saya masih ingin kamu merasakan apa yang saya rasakan sekarang.
Iya, Je. Saya nggak pernah berhenti berdoa supaya kamu merasakan sakit yang saya rasakan. Tapi saya juga nggak pernah berhenti sayang sama kamu. Saya nggak pernah berhenti berharap sama kamu. Tapi sakit, Je. Saya nggak kuat. Entah sampai kapan saya harus menahan ini semua. Setiap hari ngeliat kamu bergandengan sama perempuan itu. Setiap hari, selama 9 bulan, Je. Saya nggak ngerti isi otak dan hati kamu sama perempuan itu dimana. Kamu udah kayak zombie tahu gak? Seenaknya membiarkan saya setiap hari selama 9 bulan dipaksa melihat kamu bermesraan dengan perempuan itu disaat saya masih sayang sama kamu. Kalau nggak ada sahabat saya, mungkin saya udah gila loh, Je. Udah ditinggalin, masih disakitin pula.
Kamu tahu nggak?
Berapa kali saya mau unblock semua sosial media kamu.
Iya, Je. Kamu tahu kan kalau saya block semua sosial media yang kamu punya? Udah nggak terhitung berapa kali saya hampir unblock sosial media kamu. Setiap saya rindu, saya cuma bisa lihat profil kamu tapi nggak bisa lihat isinya karena block itu. Ujung ibu jari saya udah sisa berapa senti dari layar ponsel dan tulisan unblock, tapi saya urungkan. Kamu tahu, udah berapa post di blog yang saya ingin tulis tentang kamu, tapi hanya bertahan sampai setengah atau 3/4 . Setelahnya saya hapus karena saya nggak mau kamu tahu isi hati saya. Saya masih gengsi. Saya nggak mau kamu bisa menebak perasaan saya dengan mudah. Tapi hari ini nggak, Je. Saya capek. Saya nggak tahu harus cerita ke siapa. Satu-satunya teman bisu saya hanya blog ini. Saya nggak banyak berharap kamu baca tulisan saya yang satu ini, tapi kalaupun kamu baca, saya nggak peduli. Saya nulis itu bukan untuk memengaruhi isi otak dan hati kamu. Saya cuma mau cerita karena saya lelah.


Kamu tahu nggak?
Saya masih sayang sama kamu tapi saya nggak tahu harus ngapain.
Iya, Je. Kamu.
Maaf ya kalau sampai hari ini, setelah 9 bulan kamu pergi, saya masih dengan cengengnya ngadu ke kamu lewat blog dan ngetik sambil nangis.
Semoga kamu selalu bahagia ya, Je.


T

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal nama UTHE

For you, Je

Is It End?