Kahitna



Dua puluh sembilan, dua belas, dua ribu lima belas.

Hari ini aku akan bercerita tentang dia.
Lelaki yang dekat denganku sejak satu minggu lebih tiga hari.
Ini adalah kali pertamaku menulis tentang orang baru. Tepatnya, lelaki baru.
Ini adalah kali pertamaku menulis tentang lelaki yang bukan kekasihku.
Tetapi aku tidak bisa lagi menyangkal keinginan untuk menulis tentangnya.
Lelaki yang luar biasa.


Aku sudah kenal lelaki itu sejak masih menginjak kelas dua SMP. Aku pun mengenalnya dari obrolan temanku. Saat itu, lelaki itu dikabarkan berpacaran dengan salah satu adik kelasku. Temanku bilang, wajahnya biasa saja. Tidak tampan, tapi jauh dari kata jelek. Dan lagi, lelaki itu buaya. Banyak mantannya. Aku ingat, saat itu aku hanya bisa meringis ngeri membayangkan sebanyak apa mantannya.

Dua ribu empat belas.

Aku mulai mengenal lelaki itu lebih dalam. Meskipun tidak pernah sekalipun bertemu dengannya, aku mulai merasakan bahwa aku mengenalnya. Sampai tiba beberapa hari setelah perpisahan SMPku. Teman dekatku yang pertama kali mengenalkannya denganku lewat ucapannya satu tahun yang lalu, tiba-tiba menyapaku di sosial media dan berkata, "masa dia demen sama lu. katanya, siapa tuh yang di foto profil bbm lu? imut."

Aku ingat dengan jelas bagaimana reaksiku yang hanya bisa menganga dan tertawa. Apalagi, saat aku tahu, teman dekatku ini menyimpan rasa kepadanya. Tak ayal, bukannya menghibur temanku, setiap ingat, aku pasti akan meledek temanku. Yang pasti akan dibalas dengan keluhannya, "emang ya, dari dulu yang gue suka selalu akhirnya demen sama lu, sedih gue punya temen kayak lu."

Rabu, enam, delapan, dua ribu empat belas. 

Ini lah hari dimana kali pertama aku bertemu dengan dia. Saat ini aku sudah berpacaran dengan Sampah itu. Sedang sayang-sayangnya malah. Aku bertemu dengan lelaki itu saat aku sedang bermain di rumah salah satu teman SMPku. Kebetulan, rumah lelaki dan teman SMPku itu berdekatan. Kata lelaki itu, "sekalian pulang". Masih terpatri dengan jelas bagaimana aku melihatnya untuk pertama kali. Masih dapat kurasakan sampai sekarang decak kagumku saat melihatnya mendatangiku dan menyodorkan tangannya sembari menyebutkan nama. Aku terpana. Untuk pertama kalinya selama hidupku, aku bertemu dengan lelaki yang gentle sepertinya. Mungkin kalian mual membaca ini, tapi aku serius. Bahkan kekasihku saat itu masih kalah olehnya. Aku menyambut uluran tangannya dan juga menyebutkan nama. Dan, ya, itu adalah pertemuan pertamaku dengannya. Pertemuan yang berkesan.


Aku tidak pernah bertemu dengannya lagi.


Well, tidak sepenuhnya benar sih.
Kami mulai mengobrol akrab di sosial media. Tetapi hanya empat hari setelah pertemuan pertama kami itu. Sepuluh, delapan, dua ribu empat belas, ia pergi. Ia pergi setelah memberikan paragraf panjang berisi ucapan selamat hari jadi ke-dua bulan dengan Sampah itu, dan kalimat-kalimat yang menegaskan bahwa ia akan pergi dan tidak menganggu lagi. Dan aku? Aku awalnya hanya menganggap itu lelucon. Tapi tidak. Itu benar. Seterusnya, ia jarang menyapaku di sosial media, dan akhirnya tidak sama sekali.
Empat bulan kemudian, aku bertemu dengannya lagi. Aku datang di acara natal Remaja dan Naposobulung gerejanya. Aku datang sebagai salah satu pengisi acaranya, membawakan pujian bersama remaja dan naposobulung dari gerejaku. Di sana aku bertemu dengannya untuk kali kedua. Saat itu, aku tidak sedekat seperti yang kalian harapkan. Kami hanya bertukar salam dan selamat hari natal, dan sudah. Aku pulang, ia juga.

Aku tidak pernah berbicara dengannya lagi hingga tahun depan.

Delapan, dua ribu lima belas.
Bulan yang sama dengan bulan dimana pertama kalinya aku bertemu dengannya. Mungkin ini sudah digariskan oleh Tuhan. Aku kembali bertemu dengannya di gerejaku. Aku yang sebelumnya tidak pernah bertukar sapa lewat sosial media manapun dengannya, kembali memulai obrolan di sosial media berlogo hijau-putih itu. Gerejaku mengadakan Pargelaran 17 Agustus seressort Pasar Minggu. Gereja lelaki itu termasuk salah satu gereja di resort Pasar Minggu, maka dari itu ia dan teman-temannya dari remaja dan naposobulung gerejanya ikut mempersembahkan pujian di Pargelaran itu. Aku juga ikut serta. Di sana lah, lagi-lagi ia memukauku. Aku tidak menyangka ia akan datang sebagai anggota koor. Aku selalu suka orang yang tidak takut untuk bernyanyi. Ditambah lagi, koor gerejanya membawakan lagu One Moment in Time dengan begitu hebatnya. Tetapi sayang, lagi-lagi aku tidak mengobrol langsung dengannya. Ia juga tampaknya mengindariku. Aku tidak begitu peduli karena saat itu aku juga sedang bertengkar dengan Sampah itu. Menyedihkan.

Ia kembali menyapaku.
Tetapi dengan tujuan berbeda. Ia ingin dikenalkan dengan salah satu temanku di gereja. Aku tertawa saat ia menyampaikan maksudnya, dan segera memberikan kontak temanku itu. Tanpa aku, dan juga lelaki itu sadari, kami mulai dekat lagi. Aku ikut memantau perkembangan lelaki itu dengan temanku, dan tak jarang aku juga curhat tentang pertengkaranku yang tidak ada habisnya dengan Sampah. Namun, lagi-lagi, percakapan itu putus, seiring dengan putusnya hubunganku.
Kuakui, semenjak aku putus hubungan, aku jarang membuka sosial media mana pun. Aku juga tidak mempunya hasrat untuk dekat dengan lelaki mana pun. Rasanya aku muak dengan semua lelaki.
Tapi Tuhan berkata lain.

Sepuluh, dua belas, dua ribu lima belas.
Setelah percakapan kami yang terputus-putus seperti;
Dua enam, sembilan: “ikut futsal?” “futsal apa?” “buat di taman mini?” “ngga” “tapi dateng? 3 dan 4 okt di otista?” “ngga. malas.” “ikutlah. pemalas.” “nggak ada temen” “ntar gue ajak *****”  “bawel. mager banget” “yaudah.”
Dua tujuh, sembilan: “putus ya mbak?” “iya mas” “hahaha. malah jalan sama cewe lain lagi cowonya.” “kok tau?” “iya dari *****. padahal gue nggak nanya.” “hahaha”
Tiga, sepuluh: “dateng dong.” “dateng apa?” “futsal, otista.” “males.”

Dan  tiba-tiba, setelah dua bulan tidak bertukar sapa, ia kembali menyapaku.
  Sepuluh, dua belas, dua ribu lima belas.

Ia mengundangku mengikuti natal remaja dan naposobulung gerejanya. Entah apa yang membuatnya ingin mengundangku secara pribadi seperti ini. Aku bilang aku akan datang jika tidak ada halangan. Dan percakapan kami berakhir.

Tiga belas, dua belas, dua ribu lima belas.

Aku bertemu dengannya untuk ketiga kalinya selama dua tahun. Lagi-lagi di gerejaku. Ia datang untuk kembali membawakan pujian dalam rangka natal remaja dan naposobulung gerejaku. Sejak terakhir kali aku lihat, ia banyak berubah. Ia jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Bahkan aku harus sedikit mendongak jika ingin menatapnya. Hari itu, seperti biasa, ia masih terlihat menghindariku. Tidak banyak omong. Padahal aku tahu, ia sebenarnya cukup cerewet sebagai seorang lelaki. Untuk pertama kalinya, aku berfoto dengannya. Walaupun sebenarnya bertiga dengan temanku, tapi aku cukup senang. Meskipun awalnya ia menolak, tetapi pada akhirnya ia ingin berfoto bersama kami.

Sembilan belas, dua belas, dua ribu lima belas.

Tiba lah hari natal gerejanya. Aku datang sendiri, sebagai tamu, bukan sebagai pengisi acara. Aku sengaja memilih tempat duduk di belakang karena aku tak mau lelaki itu menyadari kehadiranku di awal acara. Dan rupanya cukup berhasil. Ia tiba-tiba memberikan pesan singkat di sosial media.
“Where are you?”
Hanya itu.
Dan kubalas
“Here.”
Satu jam kemudian.
“Yap. I see.”
Hanya sesingkat itu, tapi mampu membuatku tersenyum senang. Ia mencariku, aku tahu itu. Dan aku menyukainya. Aku selalu menyukai orang yang menanyakan kabarku dan mencariku.
Ibadah natal dimulai. Aku cukup menikmatinya. Sampai pada penghujung acara, gerejanya memutarkan film pendek remaja dan naposobulung gerejanya, dan tidak kuduga, lelaki itu berperan sebagai pemeran utamanya. Lagi-lagi aku dibuat kagum. Selain menyanyi, ia juga pandai berakting. Entah apa lagi yang dimilikinya yang bisa membuatku terkejut dan kagum. Saat itu, aku sadar. Ia mengundangku karena ingin aku menonton filmnya. Manis dan menggemaskan.
Acara natal berakhir. Aku segera melipir ke belakang gereja. Aku tidak begitu suka keramaian. Selain itu,aku merasa asing di gerejanya. Ya, walaupun ada sahabatku, tidak bisa kupungkiri bahwa aku juga merasa aneh berada di antara orang-orang yang tidak kukenal. Aku memutuskan untuk duduk di bangku paling belakang gereja itu. Tiba-tiba sebuah suara menyadarkanku dari lamunan.
“Sendirian aja.”
Suaranya. Suara lelaki itu. Ia tersenyum lebar dan menjulurkan tangannya, yang kusambut dengan senyuman lebar juga. Akhirnya. Aku bertemu dengannya. Akhirnya ia tidak sedingin dulu. Aku kembali dikejutkan dengan keinginannya untuk berfoto denganku. Hanya berdua. Padahal, sebelumnya, teman-teman angakatan sidinya ingin berfoto bersama, dan sulit sekali mengajak lelaki itu untuk ikut berfoto. Bahkan aku ikut mendorongnya dan menyuruhnya untuk tersenyum, karena ia terlihat sangat datar di foto itu. Namun, saat sahabatku berkata bahwa lelaki itu ingin foto denganku, berdua saja, aku tidak bisa berbohong bahwa aku terkejut setengah mati. Lelaki itu yang menginginkannya. Wow. Aku akhirnya mengambil foto bersama dengannya dan jujur saja, jantungku berdebar cukup keras. Aku sudah lama tidak merasakan debaran akibat lelaki, dan aku merasa cukup sesak karenanya. Ia tersenyum lebar di foto itu. Meyenangkan.

Sembilan belas, dua belas, dua ribu lima belas, malam hari.
Ia kembali menyapaku di sosial media,diikuti dengan ucapan terimakasihnya karena tidak menyangka aku akan hadir. Aku meledeknya dan berkata, jika aku tidak hadir, ia akan mencariku. Dan ia menanggapinya. Ia mengakui, jika aku tidak hadir, ia akan mencariku sebelum ia mulai marah. Obrolan kami berlanjut dan terus berlanjut hingga tengah malam.

Dua sembilan, dua belas, dua ribu lima belas.
 Sudah satu minggu lebih aku bercakap-cakap dengannya di sosial media itu, tanpa henti. Dan setiap harinya selama satu minggu lebih itu, ia selalu memberikan kejutan-kejutan yang selalu bisa membuatku mendecak kagum. Ia melakukan apa yang Sampah itu lakukan selama 14 bulan berhubungan dalam satu minggu! Bahkan ia melakukan apa yang kuharapkan tanpa perlu kuminta,tidak seperti Sampah itu. Mau contohnya?
1.      Lelaki itu gentle. Iya, sangat.
2.      Lelaki itu tidak mau menghentikan percakapan.
3.      Lelaki itu mengirimkan makanan di depan rumahku! HAHA. Aku seringkali mendapat ucapan dari Sampah itu bahwa ia akan mengirimkan makanan, tapi tidak pernah terjadi. Tetapi dengan lelaki itu, semuanya terlihat mudah dan spontan.
4.      Ia mengirimkan voice note berisi ia bernyanyi DENGAN GITAR. AKU SANGAT MENYUKAI LELAKI BERGITAR DAN PANDAI MENYANYI HAHAHA. Dan ini tidak terjadi sekali. Dimulai dari hari natal, untuk pertama kalinya ia mengirimkan voice note. Dan terjadi terus menerus, setiap hari, setiap malam. Terhitung hari ini, ia sudah mengirimku voice note 4 kali. Sebuah kejutan jika mengingat Sampah itu selama 14 bulan kami berhubungan, hanya memberikan voice note 3 kali.
5.      Lelaki itu mengajakku nonton di bioskop. Wow.
6.      Lelaki itu mengajakku ke timezone secara spontan saat kami menunggu film kami dimulai. Dulu, aku harus menunggu lama supaya Sampah itu mengajakku ke timezone.
7.      Lelaki itu membelikanku ice cream, yang sejenak membuatku kilas balik dengan Sampah itu.
8.      Lelaki itu sering melontarkan gombalan yang serius dan tidak menye. Aku menyukainya.
9.      Lelaki itu menggengam tanganku saat kami berdua sama-sama kedinginan dalam bioskop. Satu hal yang baru kudapat setelah lama berpacaran dengan Sampah. Dan anehnya, tidak biasanya aku ingin digenggam tangannya oleh lelaki bukan kekasihku, tapi dengannya begitu berbeda.
10.  Lelaki itu tidak malu-malu saat mengatakan bahwa ia menyukaiku, ia ingin aku menjadi kekasihnya, jadi calon istrinya malah HAHA. Ia tidak ragu saat bilang bahwa suatu saat ia akan membawaku ke rumahnya dan dikenalkan dengan orangtuanya. Ia tidak pernah mengabaikanku walaupun ia sibuk dengan game di ponselnya, ia tidak pernah mengelak dari setiap pertanyaanku mengenai masa lalunya (satu hal yang sangat kuhargai), ia cerewet sekali dan itu yang menyebabkan kami tidak oernah berhenti berbicara. Bahkan saat nonton bioskop, satu hal yang selalu kuhindari dan sebenarnya kubenci adalah mengobrol saat nonton di bioskop, tapi tak segan-segan kulakukan saat bersamanya. Kami tertawa dan berbisik saat menonton.

Ya, itu saja yang bisa kutulis hari ini. Aku tidak tahu apa yang kurasakan sekarang. Aku tidak ingin menjalin kasih dengannya, sungguh. Dan ia tahu itu. Kita tinggal lihat saja. Siapakah yang akan pergi terlebih dahulu. Aku, atau dia.
Biar Tuhan dan waktu yang menjawab semuanya.
PS : Kenapa judulnya ‘Kahitna’? Karena 3 dari 4 voice note yang ia kirim,berisi lagu Kahitna. Ia menyukai Kahitna, dan karena dia aku juga mulai menyukai Kahitna. Lagipula menurutku lagu-lagu Kahitna cocok dengan kepribadiannya. Apa adanya, blak-blakan, tidak butuh lirik dengan kalimat cantik, tetapi tetap manis dan membuat tidak bisa tidur. (29 Desember 2015)



PSS:  Kenapa aku repost? Karena aku rasa tidak ada salahnya HAHA. Tidak, tidak. Bukan itu. Aku hanya rindu dengannya. Sangat rindu. Apapun yang kau lakukan hari ini, dan dimanapun kau berada, ketahuilah bahwa aku meminta maaf sebesar-besarnya telah menyakitimu. Aku tahu dan mengerti sekarang bagaimana sakitnya tidak diberi kepastian untuk waktu yang lama oleh orang yang kau sayang. Aku masih satu bulan ini saja sudah sesak luar biasa, apalagi kamu yang tiga bulan menghadapiku tanpa lelah. Aku minta maaf, lelaki luar biasaku. Aku tidak menyesal meninggalkanmu, karena kurasa memang itu yang terbaik. Rasanya terlalu jahat jika aku tidak membiarkanmu pergi  dan membuatmu tersiksa terlalu lama. Mungkin lain waktu kita akan bertemu lagi dengan hati yang baru dan bersih. Atau mungkin, kamu sudah bersama yang lain. Aku harap demikian. Semoga kamu selalu bahagia ya, lelakiku! Terima kasih untuk tiga bulannya! Maaf aku baru menyampaikan ini setelah lewat lima bulan setelah terakhir berbicara. Oh iya, satu lagi. Aku mohon ketahuilah bahwa aku menyayangimu. Sangat menyayangimu. Kamu satu-satunya lelaki yang kurasa pantas kuberi gelar sahabat walau hanya tiga bulan. Karena dalam tiga bulan itu, aku akhirnya merasa dibutuhkan sebagai tempat bersandar dan berbagi cerita. Bukan hanya tempat pelarian dari cinta dan nafsu. Terima kasih banyak! (21 Agustus 2016)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal nama UTHE

For you, Je

Is It End?