Rindu.

Sudah satu bulan lebih satu hari sejak malam itu.
Sudah tiga bulan lebih empat hari sejak malam itu.
Dan sudah lima bulan lebih sembilan hari sejak malam itu.

Rindu.
Satu kata pengundang sendu.
Dan malam ini, saya katakan, dengan sangat berat hati,
saya rindu kamu.

Maafkan saya jika lagi-lagi saya mengecap ludah sendiri. Saya sudah terbiasa dipermainkan kenyataan yang datang dan menyerang dalam satu malam. Saya juga sudah terbiasa disalahkan dan dianggap menjijikan karena kelemahan saya terhadap orang yang saya sayang. Semua itu sudah hal biasa dan tak lagi dianggap pusing.

Oh ya, kembali lagi kepada rindu.

Kamu, entah kenapa, selalu datang di saat malam hari.
Pertama kali bibir ini mengaku ada lelaki lain selain lelaki itu, adalah malam dimana kamu memberikan saya minuman penyehat.
Pertama kali otak ini memikirkan lelaki lain selain lelaki itu, adalah malam dimana ponsel saya berdenting dan menyerukan namamu memanggil nama saya.
Pertama kali senyum ini tersungging dan tawa saya terlepas setelah saya menangis sejadi-jadinya, adalah malam dimana ponsel saya lagi-lagi berdenting, menyerukan namamu dengan pesan singkat tak bermakna.
Pertama kali jantung ini berdetak tidak karuan karena lelaki lain selain lelaki itu, adalah malam dimana kamu berkata bahwa senyum saya manis, dan keusilanmu selalu muncul jika bersama saya.
Pertama kali harap ini melambung jauh melebihi kata "teman" setelah dengan lelaki itu, adalah malam dimana kamu berkata bahwa ada perempuan yang kamu sukai dan kamu berjanji untuk memberitahukannya langsung kepada saya nanti.
Lalu, pertama kali tangis ini pecah dan dada ini sesak yang tak pernah dialami sebelumnya, bahkan saat masih bersama lelaki itu, adalah malam dimana kamu membuang saya. Memaksa saya untuk mengaku lalu menginjak saya. Dan malam itu, untuk pertama kalinya setelah dua bulan dibuat jatuh hati harap melambung tinggi, hancur sudah semua perasaan itu. Tak berbekas, tak tersisa. Habis semua.

Saya tidak bohong saat mengatakan ini. Saya tidak pernah bohong saat menulis. Semua perasaan itu seketika menguap setelah malam itu. Semuanya tergantikan dengan kecewa dan marah. Tidak, saya tidak menyesal pernah menyukai hingga menyayanginya hingga sedalam itu dalam waktu dua bulan. Saya hanya marah dan kecewa. Saya kira akhirnya saya menemukan sosok 'obat' dalam dirinya, nyatanya hanya 'racun pahit' yang ada.
Setelah itu, tidak pernah sedikit pun terpikir tentang kamu. Ya, mungkin pernah satu kali. Saat saya mendengar lagu yang pernah kamu nyanyikan ulang di salah satu sosial mediamu bersama seorang perempuan berkerudung, seketika saya menangis. Entah karena lirik lagunya yang terlalu menusuk, atau melihat dan mendengar kamu bernyanyi lagi setelah sekian lama. Tapi hanya itu. Benar-benar hanya itu. Bayangmu tergantikan oleh hal-hal lain yang lebih menyita perhatian.
Namun kamu memang tidak pernah puas menyiksa saya.

Dua bulan lebih empat hari setelah malam menyakitkan itu, pada malam hari juga, kamu datang lagi.
Hanya dengan sebuah genggaman erat dan mata sayu.

Hanya itu. Benar-benar hanya itu.
Namun mampu membuat hati saya jungkir-balik selama satu bulan ini.
Gila. Segitu sensitifnya saya terhadap kamu hingga genggaman ucapan "selamat natal" yang sedikit lebih erat dari kamu mampu kembali menggoncang hati yang saya kira sudah beku selama dua bulan itu.
Kamu tahu, genggaman itu mungkin biasa saja menurutmu. Tapi tidak untuk saya.
Kenapa?
Kenapa kamu harus datang lagi?
Saya datang ke acara natal itu dengan hati kosong dan tanpa prasangka. Namun saya pulang dari acara natal itu dengan otak terisi penuh reka ulang insiden genggaman itu juga hati yang perlahan menghangat.
Kenapa?
Kenapa kamu harus datang lagi?
Bukankah kamu sudah jelas membuang saya malam itu? Iya, saya tahu kamu bilang kamu masih ingin menjadi teman saya. Tapi saya sudah jelas menolaknya. Lalu kenapa kamu harus bertingkah seperti itu lagi?
Kamu tak akan sadar akibat dari genggaman malam itu kepada hidup saya satu bulan ini.
Sebelumnya saya tidak ingin melihat kamu sama sekali, sekarang saya rasanya ingin melihat kamu setiap hari walaupun hanya sebentar. Saya rindu akan senyum manis saat kamu menjahili saya. Saya rindu suara merdu kamu dan petikan gitar kamu sembari kita bernyanyi. Saya rindu pesan-pesan singkat kamu yang dulu datang setiap hari selama dua bulan penuh. Saya rindu ucapan sederhana dan manis dari kamu. Saya rindu bersenda gurau dengan kamu. Saya rindu semuanya dan saya bisa gila jika seperti ini terus. Seakan saya dipaksa untuk mengaku bahwa bekunya hati ini selama dua bulan adalah suatu kepura-puraan saja. Akan hilang dengan mudahnya saat kembali disentuh oleh kamu.

Teman saya bilang bahwa rindu ini hanya sementara. Jika ditindaklanjuti, kemungkinan besar yang terjadi malah penyesalan. Tapi saya tidak peduli. Saya hanya ingin mengutarakan kerinduan saya ini terhadap kamu.
Abaikan tulisan saya saat akhir tahun yang mengatakan bahwa saya tidak ingin berhubungan dengan kamu lagi. Semua itu berubah dalam dua puluh satu hari setelah tulisan akhir tahun itu. Saya rindu untuk berhubungan dengan kamu lagi. Berbicara, bertatap muka, bersenda gurau, bernyanyi, semuanya.

Maafkan saya jika tulisan saya kali ini menyusahkan kamu. Jika kamu membaca ini, saya tidak berharap apapun. Saya murni hanya ingin mengutarakan betapa saya rindu kamu setelah malam itu. Tetap lah menjadi kamu yang sekarang. Semoga kita bisa kembali menjadi teman suatu saat nanti.

Sekian.

T

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal nama UTHE

For you, Je

Is It End?