Sebulan setelah kepergiannya... (Lanjutan Seminggu denganmu)

Aku menatap binder putih itu.
Keinginanku sudah bulat. Aku harus membacanya.
Aku membuka binder itu dan menemukan tulisan tangannya untuk pertama kalinya. Tulisan tangan yang rapih dan diukir.
Gerard Renaldo. Manhattan,March 01 1990.
Manhattan? Jauh sekali. 1990? Aku masih satu tahun saat itu.
Aku menyentuh tulisan angannya. Dapat kurasakan dirinya dalam setiap huruf yang ia tulis. Aku membuka lembaran lain. Dan mulai membacanya. Ternyata, ini semacan buku catatan kejadian penting baginya.

Semakin aku baca, air mataku menetes satu-persatu. Satu jam aku habiskan untuk membaca seluruh isi binder itu, dan saat halaman akhir aku menangis tersedu-sedu.
"Ini hari terakhir aku di dunia ini. Besok, entah benar atau tidak, aku akan meninggal. Sampai sekarang aku masih tidak mengerti mengapa Tuhan tidak mengambil nyawaku bersama keluargaku dulu. Kenapa ia harus membiarkanku bertemu dengannya terlebih dahulu? Ia. Sena Esta Leonora. Wanita yang begitu kucintai. Kenapa aku harus mati? Kenapa? Kenapa penyakit sialan ini datang setelah aku menyayangi dia? Kenapa penyakit mengerikan ini menghantuiku setelah aku mencintainya? Kenapa? Apakah aku dilahirkan untuk menderita? Dari kecil, aku selalu dilarang makan yang manis-manis untuk menghindari penyakit. Aku dilarang bermain terlalu lama karena takut aku akan sakit. Aku hanya bisa menghabiskan diri di rumah dengan buku ini. Menuliskan segala hal yang aku suka dan aku benci. Aku tahu, saat aku masih kecil, aku hanya ingin mati. Lelah rasanya selalu diasingkan oleh teman-temanku karena aku anak penyakitan. Lelah selalu dilarang Mama untuk melakukan hal yang kusuka. Dan sekarang, aku lelah dengan hari yang terus menerus berganti. Mempercepat kematianku. Memotong waktuku bersamanya. Aku sudah muak dengan penyakit ini.
Aku tahu aku berdosa. Tapi, Tuhan, kau tahu betapa sakit rasanya seperti ini. Tetapi mengapa kau tidak mengangkat penyakit ini dari diriku? Kau membiarkanku mencicipi hidup yang pahit ini. Kau membiarkanku memakan obat-obatan sialan itu 2 tahun terakhir. Dan Kau membiarkan rasa cinta ini kian tumbuh terhadapnya padahal Kau tahu, kau akan mengangkatku. Tapi aku tahu rencanaMu selalu indah. Aku percaya padaMu. Terima kasih sudah memberikan satu minggu yang bisa selalu ku ingat bila saatnya kau menjemputku. Kau tahu, seharian ini aku menghindar darinya. Aku tahu ia sedang menangis saat ini. Mungkin juga ia sedang berdoa padaMu supaya selalu menjagaku. Tuhan selalu menjagaku, Sena. Bahkan dengan baik hati, ia memberikanku satu minggu untuk kembali mencintaimu tanpa rasa tertekan. Tanpa rasa takut akan mati. Aku berhenti minum obat-obatan itu seminggu sebelum ini. Aku ingin seminggu terakhirku kuhabiskan bersamamu dengan bebas. Tanpa hambatan dan tekanan. 
Aku mencintaimu, Sena. Aku tahu kau sedang membaca ini. Tetaplah percaya bahwa aku mencintaimu. Kenapa aku tidak memberitahumu soal penyakit leukemiaku ini? Karena aku tidak mau kau menangis. Cukup sudah ka menangis hari ini dan esok. Percayalah bahwa Tuhan selalu memelukmu melalui lengan doaku.  Aku selalu menyayangimu -G.Renaldo-"

Gerard Renaldo. Sosok lelaki yang terlihat begitu kuat di hadapanku, tetapi sangat rapuh diluar pandanganku. Seluruh keluarganya telah meninggal dalam sebuah kecelakaan. Hanya Gerard yang tersisa di dunia ini. Dua thun yang lalu, ia divonis menderita leukemia oleh dokter keluarganya, Dr.Cliff. Selama satu tahun ia habiskan dengan meminum obat-obatan yang kian banyak. Ia hidup dalam kesepian dan penderitaan yang beragam. Sulit dimengerti olehku karena aku memang tidak pernah merasakan sebagai anak 'penyakitan'. Tapi aku bisa merasakannya. Betapa sakitnya selalu diejek dan diasingkan. Setahun yang lalu, akhirnya ia memutuskan untuk menantang hidup kembali. Ia mulai keluar 'penjara'nya dan menikmati hidup dengan senyuman. Dan ia memutuskan Glory Library sebagai rumah keduanya. Di perpustakaan, ia tidak pernah merasa sebebas ini. Ia memang berusaha terlihat tegar di depan semua orang. Tegar, gagah, dan kuat. Setiaporang yang melihatnya pasti berpikir hidupnya baik-baik saja dan dikelilingi gadis cantik karena tampangnya. Di dalamnya? Tidak ada yang tahu. Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Dan disana lah ia. Bertemu denganku. Kebetulan kami mendaftar sebagai pengunjung pada saat yang persis sama. Di hari itulah aku mulai tertarik padanya. Mengaguminya diam-diam,menyukainya,dan akhirnya mencintainya. Ternyata, ia pun juga sepertiku. Melakukan hal yang sama sepertiku. Aku tidak pernah menyadari ia sering memperhatikanku, tapi menurut ceritanya, setiap saat ia menatapku, semakin menambah rasa cintanya padaku. Dulu, aku tidak percaya cinta. sebatas menyayangi. Tapi, dengannya, semua berbeda. Rasa sayang dan ingin selalu bersama tumbuh secara bersamaan. Bahkan, ada rasa rela mati untuknya. Begitu tahu seminggu lagi ia akan meninggal, ia mulai mendekatiku. Aku pikir itu hanya kebetulan satu hari, ternyata ia sudah merencanakannya. Dan  dengan bantuan tangan Tuhan, seminggu dengannya memberikan kenangan tersendiri di hatiku, dan mungkin di hatinya juga. Ia sengaja menyisihkan seminggu terakhirnya untuk bersamaku. Ya, bersamaku, yang dicintainya, dan juga aku cintai sepenuh hati.


*TAMAT*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal nama UTHE

For you, Je

Is It End?