Seminggu denganmu (hari 2)

"Hallo, Sena!" Sapa seorang wanita paruh baya dibalik meja penjaga perpustakaan
"Hai, Ibu Kath! Bagaimana kabarmu?" Tanyaku begitu selelsai menitipkan tas di tempat penitipan tas
"As usuall. Kau?" Tanyanya
"Masih bisa bernafas," Jawabku sambil tersenyum lebar "Omong-omong, tempat dudukku belum ditempati siapa-siapa kan?" Lanjutku
"Ahh, aku lupa bilang. Tempat dudukmu sekarang sudah ada penggemarnya. Selain dirimu, pastinya. Lihat saja ke dalam." Ibu Kath menunjuk ke dalam perpustakaan dengan dagunya
"Baiklah. Terima kasih banyak, Ibu Kath." Kataku lalu

Aku berjalan memasuki perpustakaan sambil tersenyum. Rasanya kejadian kemarin masih terekam jelas di otakku. Aku bersiul kecil sembari menyenandungkan sebuah lagu. Begitu aku sampai di tempat biasa aku duduk, aku terperanjat melihat siapa yang sedang duduk disana.
Ya, sosok pemeran utama yang gagah sedang duduk di bangku favoritku. Seperti biasa, ia duduk sembari menyandarkan kepalanya. Sepertinya ia sangat erlarut dalam buku yang sedang ia baca, sampai-sampai ia tidak sadar aku sudah berada di sampingnya
"Ehem," Aku berdeham
Lelaki itu sedikit terkejut begitu mendongakkan kepalanya. Tapi, tatapannya langsung berbah ramah dan lembut begitu menatap mataku.
"Hai," Katanya. Ia lalu berdiri dari tempat duduknya
"Kenapa kamu berdiri?" Tanyaku heran
"Ini bangku favoritmu, bukan?" Tanyanya dengan kening berkerut samar
"I-iya...," Kataku pelan "Tapi, kau 'kan sudah mendudukinya. Aku bisa mencari tempat duduk lain." Kataku lalu beranjak pergi dari tempat itu. Tetapi, seperti kejadian kemarin, sebuah tangan kuat menahan siku ku.
"Tunggu dulu, Sena," Katanya begitu aku membalikan wajah dan menatapnya "Namamu Sena, 'kan?" Tanyanya dengan nada meyankinkan begitu ia melihat keningku berkerut samar
"Darimana kau tahu?" Tanyaku bingung
"Aku bertanya pada Ibu Kath" Jawabnya
"Kau mengenal Ibu Kath?" Tanyaku dengan kening berkerut dalam
"Semua pengunjung tetap disini pasti mengenalnya, Sena. Kau tahu aku juga pengunjung tetap disini, bukan?" Tanyanya
Aku mengangguk tidak yakin
"Bagus kalau begitu. Baiklah, sekarang kau duduk disitu. Aku akan duduk di depanmu." Katanya lalu berjalan menuju bangku didepan ku
"Lalu? Kenapa tadi kau menempati bangkuku?" Tanyaku bingung begitu kami berdua sudah menempati tempat duduk masing-masing
"Tadi ada yang ingin menempatinya. Sebelumnya aku duduk disana," Katanya sambil menunjuk bangku favoritnya yang sudak sangat diketahui Sena "Tapi, begitu aku lihat orang itu berjalan mendekati bangkumu, aku langsung berdiri dan menempati bangkumu. Kemudian, begitu melihatnya, ia langsung pergi ke arah lain." Jelasnya
"Kau tahu ini bangku favoritku?" Tanyaku dengan suara serak dan pelan
"Memangnya kenapa? Aku pengunjung tetap, Sena. Aku kenal pengunjung tetap lainnya. Termasuk kau." Jawabnya sambil tersenyum lebar
"Kau....," Aku tidak mampu menyembunyikan senyum lebar yang mulai tersungging di bibirku. Aku langsung mengalihkan wajah menghindari tatapan mata lembutnya itu "Baik sekali kau. Terima kasih." Kata-kata itu meluncur mulus dari bibirku
"Aku mempunyai nama, kau tahu?" Katanya sedikit bergurau
Aku terpaku dan langsung menengok menatapnya.
"Hei, tidak usah takut begitu, Sena. Aku hanya bercanda" Katanya dengan suara kaget bercampur tawa
Tanpa sadar aku menghembuskan nafas lega "Aku kira kau marah," Kataku
Ia tertawa. Begitu geli sampai-sampai aku seperti terhanyut dalam tawanya. Mau tidak mau, aku menyadari betapa tolol reaksiku tadi.
"Baiklah sudah cukup tertawanya,.Gerard." Aku mengangkat sebelah tangan untuk menghentikannya
"Hei, kau menyebut namaku," Gerard menghentikan tawanya dan menatapku lembut "Baiklah, Sena. Senang bertemu kau hari ini." Lanjutnya sambil tersenyum
"Aku juga." Jawabku pelan.
Aku mulai merasakan rasa panas menjalari pipiku. Aku juga tahu, pasti saat ini wajahku sangat merah. Ahh, jantung, berhentilah berulah! Rutukku dalam hati
"Kau tidak mengambil buku?" Tanyanya
"Hah?" Aku langsung kembali dalam dunia nyataku "Oh iya. Sebentar ya." Aku buru-buru berdiri dan berjalan dengan kikuk menuju rak buku. Tapi, aku menangkap sesuatu dari ekor mataku. Ternyata ia tersenyum lebar begitu melihat cara jalanku yang kikuk. Sial, umpatku. Aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri!
Aku buru-buru melindungi diri di balik rak-rak buku tinggi menjulang. Aku menarik nafas perlahan, dan mengembuskannya perlahan. Berharap detak jantung dan rona pipi itu segera mereda. Aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri saat berada di hadapannya. Tidak. Aku tersenyum lebar begitu mengingat kejadian tadi. Ternyata ia tidak merasa risih begitu melihatku berjalan kikuk seperti itu. Ia malah tertawa. Tidak. Koreksi. Ia tersenyum lebar. Tidak apa-apa. Yang penting, ia senang bertemu denganku hari ini. Dan aku yakin akan hal itu.
Aku mulai menjalankan kakiku menyusuri rak. Ada beberapa buku baru. Sudah berapa lama aku tidak mencoba buku-buku ini? Tanyaku. Ahh iya. Semenjak Gerard menjadi pengunjung etap disini, dan duduk di tempat favoritnya, aku memang tidak pernah berkonsentrasi pada bukuku. Mataku selalu mencuri-curi pandang dengannya. Baru tadi pagi ia sadar, bahwa buku yang selama ini ada di tasnya setiap ia pergi ke perpustakaan, sudah selesai ia baca. Padahal, buku itu sudah lama sekali setelah selelsai dibaca. Tetapi, aku tidak pernah menyadarinya. Sebenarnya, buku itu hanya tamengku supaya tidak tertangkap memandangi Gerard.
Aku tertawa kecil mengingat itu. Dengan tangan aku menyusuri setiap buku di rak itu. Tanganku terhenti pada satu buku. Ahh, ini 'kan buku saat ia masih SMA.
Aku mengambilnya dan membuka lembarannya. Aku membalikan bukunya dan membaca sinopsisnya dengan cepat. Aku memutuskan untuk kembali membaca buku ini. Begitu sudah mendapat buku yang ingin dibaca, aku segera kembali ke bangkuku

Sosok itu....Mengunci pandanganku. Sosok yang tida membiarkan aku mengamati yang lain. Sosok berbalut kemeja biru tua dan celana panjang putih itu tampak..... susah di jelaskan oleh kata-kata. Yang jelas, ia berhasil mengambil seluruh perhatianku. Matanya dengan tajam mebaca tiap lembar bukunya. Wajahnya yang serius dan aku bisa merasakan nyawanya sudah tenggelam dalam buku itu. Sementara ia enggelam dalam bukunya, aku tenggelam dalam pesonanya. Begitu indah...Begitu membuat terpana...Begitu...,
"Hei," Panggilnya
Aku langsung kembali ke alam sadar. Apakah ia melihat aku sedang memperhatikannya? Aku kembali merasakan wajahku memanas. Pasti ia melihatnya. Pasti. Ahh, dasar bodoh. Aku sibuk merutuki diri sendiri
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Keningnya berkerut samar
"Ti-tidak. Apakah aku mengganggumu?" Tanyaku sambil menundukan kepala. Aku terlal malu menatap matanya dengan wajah yang aku yakin masih memerah ini
"Tidak.Aku hanya bingung saja kau bisa menatapku sampai seperti itu." Terangnya
Aku menunduk semakin dalam.
"Kau tahu, kau sangat lucu." Aku bisa mendengar suara itu melembut
Aku memberanikan diri mendongak dan menatap matanya. Ahh, mata itu. Mata hitam yang mampu membuatku terhanyut. Tapi, tidak saat ini. Ayo, kendalikan dirimu!
"Terima kasih." Jawabku malu-malu
"Sama-sama." Jawabnya sambil tersenyum


Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Saat ini, Gerard dan Aku sudah sampai di depan rumahku. Lagi-lagi, ia kembali mengantarku. Aku tersenyum padanya dan mengucapkan selamat tinggal. Ia melambai sebelum ia menutup kaca mobilnya dan melaju meninggalkan gerbang rumahku.
Hari ini...Hari kedua setelah aku berbicara dengannya. Dan hari ini, jauh lebih indah seperti apa yang aku bayangkan kemarin. Tuhan, aku ingin hari esok kembali seperti ini Tuhan. Lebih, atau cukup seperti ini tidak apa-apa. Yang jelas, aku hanya ingin berbicara dengannya lagi. Aku janji, aku akan mengendalikan diriku di hadapannya.
Aku tersenyumn samar dan membalikan badan kemudian mengunci gerbang rumahku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal nama UTHE

For you, Je

Is It End?