Seminggu denganmu (Hari 5)

"Kau mau ke Perpustakaan?"Tanya seseorang diseberang sana
"Tidak. Aku sedang tidak ingin membaca lagi." Jawabku sambil memasukan makanan sarapan ke dalam mulutku
"Mmm....," ia bergumam "Bagaimana kalau kita jalan-jalan lagi?" Tanyanya
"Kemana?" Tanyaku dengan mulut penuh makanan "Ohh,jangan kira kau bisa menipuku lagi. Kau ingin aku temani ke tempat debat politik? Atau museum? Atau pameran lagi?" Tanyaku dengan nada sarkatis yang dibuat-buat
"Tidak,Sena. Aku tidak ingin kau marah lagi padaku seperti kemarin." Jawabnya
Aku terdiam. Jawabannya kali ini seperti mengandung nada aku-tidak-mau0kau-jauh-dariku. Aku tersenyumtersipu sebelum menjawabnya "Oh ya? Lagipula kemarin aku tidak marah," Sahutku
"Tidak marah, tapi nada bicaramu kemarin sarkatis sekali." Katanya. Aku yakin saat itu ia pasti sedang mencibir
"Kau mau tahu kenapa aku begitu? Karena...,"
"Karena kemarin aku begitu mengesalkan." Potongnya
Aku terkesiap. Sahutannya tadi persis seperti yang ingin aku lontakan padanya.
"Aku benar, 'kan?" Tanyanya
"Kau semacam paranormal atau dukun?" Tanyaku bertanya-tanya
"Bukan dua-duanya. Aku orang yang mengenalmu." Katanya yakin
"Kau selalu berbicara seperti itu." Sahutku mencibir
"Ya sudah kalau tidak percaya," Sahutnya lagi
Aku tertawa. Pagi-pagi ini ia sudah membuatku tertawa seperti ini. Gerard, kau selalu ahu bagaimana membuatku tersenyum walaupun kau tidak ada disekitarku
"Omong-omong, kau sedang makan ya?" Tanyanya
"Mm-hm," jawabku "Baiklah. Jadi,kau akan menjemputku,bukan?" Tanyaku
"Yap. Kuharap kau sudah bersiap." Katanya
"Pasti. Sampai nanti." Kataku
"Sampai nanti." Dan tetelpon diputus

Aku terpana melihat apa yang ingin ia tunjukkan padaku.
Pantai.
Ia tersenyum begitu kami keluar dari mobil. Tampaknya ia juga menikmati pemandangan yang sekarang sedang terpampang jelas di depan mata kami.
"Apakah kau juga bertanya pada Ibu Kath soal aku juga menyukai pantai?" Tanyaku sambil terus menatap ke arah garis horizon yang memisahkan langit dengan pantai.
"Tentu tidak. Aku tidak akin Ibu Kath tahu soal itu." Jawabnya
"Memang tidak," Aku mengalihkan pandanganku dan mulai menatapnya "Lalu, kau tahu darimana?" Tanyaku lagi
"Entahlah," Ia mengangkat bahu "Perasaan mungkin?" Tanyanya sambil tersenyum teduh
Ahh, lagi-lagi rasa panas di pipi itu. Jawaban terakhirnya sangat membuatku malu. Perasaan? Apakah ia juga merasakan perasaan yang sama?
Aku tersenyum samar. Kembali kualihkan pandangan menuju pemandangan di depan mataku. Aku memang begitu menyukai pantai. Hamparan pasir yang membentang, karang yang erdampar, dan air biru jernih yang begitu luas.
Aku bisa measakan udara dengan lembut menyentuh wajahku. Aku memejamkan mata dan menghirup udara dalam diam.
"Kalau kau tahu sebentar lagi kau akan meninggal, apa yang akan kau lakukan?" Suara seseorang memcah lamunanku. Aku membuka mata dan menengok ke arah Gerard. Ia mengatakannya dengan dalam sambil menutup mata.
"Apa maksudmu?" Tanyaku dengan kening berkerut dalam dan debaran jantung yang kuat
"Bukankah sudah jelas?" Ia membuka matanya dan menengok ke arahku. Tatapannya dalam dan menyakitkan. Sangat berbeda dengan tatapan hangat dan teduhnya seperti biasa "Apa yang akan kau lakukan jika kau tahu sebentar lagi kau akan meninggal?" Tanyanya
"Kenapa kau bertanya begitu?" Tanyaku dengan rasa penasaran sekaligus takut yang membendung
"Bisakah kau hanya jawab pertanyaanku?" Tanyanya tajam
"A-aku tidak tahu..." Kataku terbata-bata
Ia tersenyum miris lalu mengalihkan pandangannya dan kembali memejamkan mata "Tentu saja. Kau tidak pernah merasakannya." Katanya tajam.
Entah kenapa, hatiku langsung sakit mendengar perkataannya. Apa yang sedang ia bicarakan? Apa maksudnya??
"Bisakah kita pulang sekarang?" Tanyanya dengan suara serak. Ia membuka matanya dan menatapku
Aku mengangguk dengan perasaan heran bercampur takut.
Ia tidak membukakan pintu mobilnya untukku seperti tadi. Ia langsung menuju pintu mobil sisi lain dan membukanya dengan kasar. Aku hanya bisa menatapnya heran. Ada apa dengannya?

"Apakah aku mengganggumu?" Tanyaku begitu kami sudah sampai di depan rumahku.
Ia memegang setir mobil dengan kuat. Bisa kulihat rahangnya menegang dan buku-buku jarinya mengeras di setir mobil.
"Tidak." Jawabnya pelan namun tajam "Kau tidak pernah menggangguku. Hanya saja..," Ia berhenti berbicara dan bibirnya langsung terkatup
"Hanya saja apa?" Tanyaku mendesak. Sejujurnya aku takut, tetapi aku sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran yang kian membendung ini.
"Bukan apa-apa." Katanya "Bisakah kau keluar sekarang?" Tanyanya dengan nada sedikit mengusir
Aku keluar dari mobil. Begitu keluar, jazz hitam itu langsung melesat dengan cepat.
Ada apa dengannya? Kenapa suasana hatinya bisa berubah dengan cepat?
Aku tidak bisa lagi menahan air mata yang menyeruak dari pelupuk mataku. Aku menghapus air mataku dengan kasar lalu masuk ke rumah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal nama UTHE

For you, Je

Is It End?